Friday 18 December 2015

Berempati dan Toleransi

Pernahkah kalian menghadapi teman-teman yang bercerita secara berlebihan tentang hal-hal yang mereka sukai? "Hey gue lagi deket sama si yoga nih, dia keren banget!" Padahal menurut kita si yoga berantakan. "Kemaren Barcelona maennya kereeeen! Ga nyesel deh gue begadang." Padahal kita fans Real Madrid. "Ayahku baru jual tanah di kawasan BSD. Komisinya gede banget." Padahal, yang belinya ayah kita.

Bagaimana respon kalian? Apakah seperti ini: "wow, keren ya..." (?) Atau: " apa sih, gitu doang juga, biasa aja kali!" (?) Sebenarnya variasi jawabannya banyak. Dua respon tadi hanya untuk mewakili contoh positif dan negatif. Seharusnya bagaimana kita menanggapi situasi tersebut?
Memberikan jawaban positif adalah pilihan terbaik. Saat bercerita, tentu saja mereka sedang berbahagia. Feedback positif akan menambah kebahagiaan mereka. Janganlah kita berwatak SMS (Senang Melihat orang Susah, dan Susah Melihat orang Senang). Ikutlah berbahagia. Tersenyumlah lebar melihat kawan yang tengah berbunga-bunga, yang dengan senang hati bercerita tentang hal-hal yang dia suka.

Berempatilah. Kalau kita lihat wikipedia, empati adalah kemampuan dengan berbagai definisi yang berbeda yang mencakup spektrum yang luas, berkisar pada orang lain yang menciptakan keinginan untuk menolong sesama, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis antara diri dan orang lain.

Banyak hal yang menurut kita biasa saja, tapi berharga untuk orang lain. Bagi kita tidak penting, tapi sangat penting untuk kawan kita. Bagi kita sedikit, namun berarti banyak menurut orang lain.

Untuk membuat orang nyaman berbicara dengan kita, berempati adalah salah satu cara yang tepat. Bukan hanya dalam hal kebahagiaan, begitu juga dengan kesedihan dan duka. Bersedihlah ketika orang menceritakan kesedihan. Paling tidak pura-pura bersedih. Dalam konteks ikut bersedih, kita memposisikan diri seperti merasakan kejadian yang sama. Tidak berhenti sampai 'bersedih', selanjutnya hiburlah dia. Katakan semuanya akan baik-baik saja. Buat dia merasa tidak sendirian.

Dalam istilah lain namun hampir sama, Andrea Hirata menyebut 'toleransi' untuk memahami keadaan seseorang. Andrea mendorong kita menjadi 'life observer' atau pengamat kehidupan, agar kita mengerti situasi orang-orang di sekeliling kita.

Toleransi dan berempati akan membuat kita menjadi seseorang yang lebih baik. Bahkan, walaupun Andrea seorang penulis, dia menegaskan bahwa menjadi orang baik lebih penting dari menjadi penulis yang baik. "Being a good person much more important than being a good writer," kata Andrea dalam satu kesempatan wawancara.

No comments:

Post a Comment