Tuesday 12 January 2016

Low Vision dan Bersyukur



“Itu kok dia diwawancaranya nunduk terus?” tanya saya ke adik.

“kan dia penderita low vision”, jawabnya.

Saya terdiam.

Low vision sendiri adalah jenis penyakit di mana penderita memiliki daya penglihatan yang sangat rendah, lebih rendah dari 1/300 daya tajam penglihatan normal. Hal tersebut terjadi karena ada kerusakan pada fungsi penglihatan. Menurut spesialis mata anak dari RS Siloam Gleneagles dr. Rini Manhendrasari, dikutip dari Kompasiana, penderita low vision hanya bisa melihat hand movement (gerakan tangan).

Kasihan sekali dia. Walaupun sebenarnya, kita tidak tahu apakah dia menderita dengan penyakitnya, atau merasa biasa saja. Mungkin karena menunduk terus ketika diwawancara, saya menyimpulkan begitu saja bahwa dia mengalami penderitaan yang luar biasa. Entahlah.

Beberapa hari lalu, adik saya meminta bantuan untuk mengedit beberapa video wawancaranya dengan seorang penderita low vision. Itu adalah tugas untuk mata kuliah konseling pekerjaan sosial, kalau tidak salah. Nama anak itu Alif. Kira-kira usia 17 tahun, namun kata adik saya masih tingkat SD di sebuah sekolah luar biasa. Dia menderita low vision sejak kecil. Kata adik juga, kemampuan melihatnya hanya sebesar lubang jarum.

Tanpa sadar, sepanjang mengedit video tersebut, mata saya berkaca-kaca. Kenapa tiba-tiba jadi baper begini? Ada banyak hal berputar-putar dalam pikiran saya selama mengedit video itu.

Ketika melihat seseorang yang berkekurangan, saya merasa kasihan pada penderita dan pada diri saya sendiri. Kasihan pada penderita karena tentu saja berat sekali melihat orang tidak dapat menikmati rezeki berupa panca indera yang telah dianugerahkan lengkap untuk kita. Pasti berat menjalaninya. Kasihan pada diri sendiri karena telah diberi nikmat panca indera yang tanpa kekurangan sedikitpun, namun tidak bisa mensyukuri nikmat tersebut.

Mata saya masih belum dipakai untuk banyak membaca. Tangan ini belum digunakan untuk banyak membantu sesama. Mulut ini, masih mudah mencela makanan. Kaki ini masih berat dilangkahkan ke masjid untuk sholat berjamaah. Telinga ini masih sering menolak nasehat-nasehat baik dari orang-orang baik.

Kita sibuk memikirkan hal-hal yang belum kita miliki. Kita lupa bahwa banyak hal dalam diri kita sendiri yang belum disyukuri. Sumber kebahagiaan adalah bersyukur. Lihatlah ke bawah, jangan selalu melihat ke atas. TV 21 inch terasa kecil jika dibandingkan dengan TV 40 inch. Tetapi akan terlihat besar jika dibandingkan dengan ukuran TV 14 inch.

Syukuri kelengkapan panca indera kita. Syukuri nikmat-nikmat Tuhan dengan banyak melakukan hal yang bermanfaat. Bantu mereka yang berkekurangan. Hari ini banyak sekali lembaga-lembaga sosial yang aktif membantu orang-orang seperti Alif. Kalau kita tidak bisa membantu secara langsung, amanatkan harta kita pada lembaga-lembaga sosial tersebut untuk disalurkan pada yang membutuhkan.


No comments:

Post a Comment