“Itu kok dia diwawancaranya nunduk terus?” tanya saya ke
adik.
“kan dia penderita low vision”, jawabnya.
Saya terdiam.
Low vision sendiri adalah jenis penyakit di mana penderita memiliki
daya penglihatan yang sangat rendah, lebih rendah dari 1/300 daya tajam
penglihatan normal. Hal tersebut terjadi karena ada kerusakan pada fungsi
penglihatan. Menurut spesialis mata anak dari RS Siloam Gleneagles dr. Rini
Manhendrasari, dikutip dari Kompasiana, penderita low vision hanya bisa melihat
hand movement (gerakan tangan).
Kasihan sekali dia. Walaupun sebenarnya, kita tidak tahu
apakah dia menderita dengan penyakitnya, atau merasa biasa saja. Mungkin karena
menunduk terus ketika diwawancara, saya menyimpulkan begitu saja bahwa dia mengalami
penderitaan yang luar biasa. Entahlah.
Beberapa hari lalu, adik saya meminta bantuan untuk mengedit
beberapa video wawancaranya dengan seorang penderita low vision. Itu adalah
tugas untuk mata kuliah konseling pekerjaan sosial, kalau tidak salah. Nama anak
itu Alif. Kira-kira usia 17 tahun, namun kata adik saya masih tingkat SD di
sebuah sekolah luar biasa. Dia menderita low vision sejak kecil. Kata adik
juga, kemampuan melihatnya hanya sebesar lubang jarum.
Tanpa sadar, sepanjang mengedit video tersebut, mata saya
berkaca-kaca. Kenapa tiba-tiba jadi baper begini? Ada banyak hal berputar-putar
dalam pikiran saya selama mengedit video itu.
Ketika melihat seseorang yang berkekurangan, saya merasa
kasihan pada penderita dan pada diri saya sendiri. Kasihan pada penderita
karena tentu saja berat sekali melihat orang tidak dapat menikmati rezeki
berupa panca indera yang telah dianugerahkan lengkap untuk kita. Pasti berat
menjalaninya. Kasihan pada diri sendiri karena telah diberi nikmat panca indera
yang tanpa kekurangan sedikitpun, namun tidak bisa mensyukuri nikmat tersebut.
Mata saya masih belum dipakai untuk banyak membaca. Tangan ini
belum digunakan untuk banyak membantu sesama. Mulut ini, masih mudah mencela
makanan. Kaki ini masih berat dilangkahkan ke masjid untuk sholat berjamaah. Telinga
ini masih sering menolak nasehat-nasehat baik dari orang-orang baik.
Kita sibuk memikirkan hal-hal yang belum kita miliki. Kita lupa
bahwa banyak hal dalam diri kita sendiri yang belum disyukuri. Sumber kebahagiaan
adalah bersyukur. Lihatlah ke bawah, jangan selalu melihat ke atas. TV 21 inch
terasa kecil jika dibandingkan dengan TV 40 inch. Tetapi akan terlihat besar
jika dibandingkan dengan ukuran TV 14 inch.
Syukuri kelengkapan panca indera kita. Syukuri nikmat-nikmat
Tuhan dengan banyak melakukan hal yang bermanfaat. Bantu mereka yang
berkekurangan. Hari ini banyak sekali lembaga-lembaga sosial yang aktif
membantu orang-orang seperti Alif. Kalau kita tidak bisa membantu secara
langsung, amanatkan harta kita pada lembaga-lembaga sosial tersebut untuk
disalurkan pada yang membutuhkan.
No comments:
Post a Comment