Sunday 21 September 2014

Jangan Ngeyel dalam Urusan Ibadah

Berdasarkan sebuah hadits, Islam dibangun di atas lima perkara: mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan sholat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum ramadhan dan mengerjakan ibadah haji (bagi yang mampu). Mudah sekali. Serius, Islam sangat mudah dijalankan. Tidak seperti tudingan sebagian orang yang menganggap bahwa Islam sangat memberatkan dan mengekang kebebasan beraktivitas. Untuk apa beribadah di tengah kesibukan yang kian hari kian menggunung?

Sebegitu sulitkah Islam dijalankan di tengah-tengah akivitas kita?

Dua kalimat syahadat adalah rukun yang diucapkan ketika orang ingin masuk Islam. Saya tidak tahu persis, jika kita adalah orang Islam keturunan, entah syahadat mana yang dijadikan patokan. Yang jelas, dari kecil kita sudah diajarkan dua kalimat syahadat. Kita berikrar bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat ini jangan sampai hanya diucapkan di hati. Kita mesti menancapkan keyakinan dalam hati kita dan diaplikasikan dalam perbuatan, bahwa memang kita hanya bertuhan pada Allah dan benar-benar percaya bahwa Nabi Muhammad adalah utusan-Nya (terkadang ada ‘syirik-syirik kecil’ dalam tindakan kita sehari-hari).

Sholat merupakan rukun Islam yang paling sering kita laksanakan. Ada satu keterangan yang menyebutkan, jika baik sholatnya, baik juga seluruh amalnya. Ya, sholat merupakan amal yang pertama kali akan dihitung di akhirat kelak. Maka sebelum kebaikan kita yang lain ditimbang, ‘pengadilan Allah’ akan menghitung dulu kualitas sholat yang kita dirikan selama hidup di dunia.
Kita sering merasa berat dalam mendirikan sholat. Tetapi coba pikir ulang, butuh berapa menit dalam sehari untuk mengerjakan sholat? Jika rata-rata per satu kali sholat kita mengerjakannya dalam waktu 10 menit (bahkan bisa kurang), maka dalam sehari kita hanya menghabiskan waktu 50 menit untuk 5 waktu. Katakanlah kita menghabiskan 60 menit. Dalam sehari, kita punya jatah waktu sebanyak 1.440 menit! 

Maka:

60 : 1.440 = 4%

Bayangkan, hanya 4% waktu kita yang digunakan untuk sholat dalam sehari! Untuk apa 96% waktu yang lain? Tidak lah kita diciptakan selain hanya untuk ibadah kepada Allah (Q.S. 51:56). Kita bebas melakukan apa saja, selama diniatkan untuk mengabdi kepada Allah. 96% sisa waktu itu kita bisa digunakan untuk berbagai kegiatan produktif.

Rukun Islam selanjutnya adalah zakat. Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak (Yusuf Qardhawi dalam Fiqih Zakat). Keunikan zakat adalah memiliki dua dimensi langsung: dimensi ketuhanan dan dimensi sosial. Zakat tidak hanya berhubungan dengan Allah, tetapi juga berdampak pada kehidupan 8 asnaf (fakir, miskin, ‘amil, mu’allaf, orang yang memiliki hutang, budak, fii sabiilillah dan ibnu sabil). Jumlah harta yang wajib dizakatkan bervariasi, bergantung pada jenis usahanya. Kita ambil contoh zakat perdagangan. Zakat ini dikeluarkan setiap tahun sebesar 2,5%. Hanya 2,5% saja. Dan hanya setahun sekali.

Zakat diwajibkan ketika aset kita bernilai setara dengan 85 gram emas. Jika harga 1 gram emas Rp 500.000,- maka kita mesti memiliki kekayaan dagang sebanyak Rp 42.500.000,- untuk wajib mengeluarkan zakat. Kita tidak harus membayar zakat ketika harta dagang kita kurang dari nilai tersebut. Perhatikanlah, betapa baiknya Allah yang hanya meminta 2,5% saja dari kita. Itupun dengan syarat-syarat yang ‘meringankan’. Masihkah kita berat menjalankannya?

Allah hanya meminta hak-Nya sebesar 2,5%. Kita masih punya hak sebesar 97,5% dari harta kita untuk kita gunakan. Dengan harta itu, kita dapat membeli keperluan sehari-hari, membeli barang yang kita senangi, memberi makan anak isteri dan menggunakannya untuk berbagai hal lain, selama tidak berlebihan.

Jika harta kita belum cukup memenuhi syarat berzakat, Allah memberi jalan kepada kita untuk bersedekah. Sedekah tidak mengenal nisab tertentu. Punya uang seribu pun, jika kita berniat untuk menyedekahkannya, silahkan saja. Allah akan membalas sedekah kita dengan berlipat ganda (Q.S. 2:261). Ingat, ini bukan MLM. Baik sekali Tuhan kita, bukan?

Shaum adalah aktivitas menahan lapar dan haus (dan perbuatan-perbuatan yang dilarang lainnya) dari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Aturannya mudah saja, kita hanya diminta menahan. Tetapi pada praktiknya, banyak sekali yang gagal finish. Atau bahkan tidak berniat berpuasa sama sekali. Yang melaksanakan shaum pun, banyak yang hanya mendapat lapar dan haus, tetapi tidak mendapat kebaikan dari shaum itu. Padahal, kita dijanjikan memiliki predikat taqwa jika sukses melaksanakan shaum selama satu bulan penuh.

Shaum diwajibkan pada bulan ramadhan. Bisa 30 hari atau 29 hari. Berarti dalam setahun, hanya 0,83% saja waktu yang kita habiskan untuk shaum. Sisanya yang 91,17% itu, kita bebas untuk makan dan minum apa saja selama itu dihalalkan oleh agama. Kita tidak disuruh untuk melakukan banyak hal, hanya disuruh untuk menahan. Tahanlah. Memang, kata Nabi, nafsu lah musuh terbesar kita selama hidup, bukan peperangan mengangkat senjata. Perang dengan nafsu bisa lebih dahsyat. Maka bulan ramadhan merupakan bulan latihan yang pas untuk belajar menahan nafsu.

Rukun terakhir dari pondasi Islam adalah haji. Kewajiban haji selalu dibarengi dengan kalimat “bagi yang mampu”. Tentu saja ini keringanan untuk yang tidak mampu. Tetapi sebenarnya ‘mampu’ disini bukan hanya soal materi, tetapi juga ilmu dan syarat lainnya. Jika sudah kehendak Allah, maka kita bisa tiba-tiba ‘mampu’ untuk melaksanakan.

Saya pernah mendengar ceramah dari seorang ustadz, beliau menyampaikan begini, “haji itu rukun yang lapang bagi orang yang sempit dan sempit bagi orang yang lapang”. Artinya, jika memang kondisi kita sempit, tidak ada paksaan untuk pergi berhaji. Namun jika dalam kondisi lapang (harta, waktu dan sebagainya), maka berdosalah kita jika tidak kunjung melaksanakan ibadah haji.

Kita hanya diwajibkan berhaji sekali seumur hidup. Namun ada juga yang berkali-kali. Alangkah lebih baiknya jika memang punya uang lebih, kita, memberangkatkan haji orang yang belum melaksanakannya. Misalnya kita ibadah haji selama 30 hari. Maka kita hanya menggunakan 8,3% waktu kita dalam setahun untuk berhaji. Jika jatah umur kita 60 tahun, hanya perlu, 0 koma 000000 sekian persen dari jatah umur kita untuk melaksanakannya. Ah, mudah dan lapang sekali Islam ini.

Ingat, 5 hal di atas adalah kewajiban. Kita hanya akan menjadi ‘orang Islam biasa’ jika hanya melakukan kewajiban tersebut. Terlalu kasar dan berlebihan memang. Tetapi memang demikian adanya. Misalnya, membayar SPP untuk kampus adalah kewajiban mahasiswa. Kita tidak serta merta disebut baik jika membayar SPP, karena itu memang kewajiban semua mahasiswa. Tetapi jika kita mendonasikan harta kita, misalnya Rp 50.000.000,- untuk pembangunan kampus, masihkah kita disebut bukan orang baik oleh pihak kampus? Maka masih banyak ibadah-ibadah lain yang bisa membuat kita terlihat baik di mata Allah.

Ibadah lain yang bersifat sunnah, seperti sedekah, sholat tahajjud, shaum sunnah senin-kamis dan lain-lain, yang sesungguhnya bisa mengangkat derajat kita menjadi ‘hamba yang hebat, bertaqwa dan terbaik di mata Allah Swt’. Tegakkan bangunan Islam dengan 5 hal di atas. Kemudian bekerjalah, belajarlah, beraktivitaslah, semata-mata hanya untuk beribadah dan mengharap ridho Allah Swt. Amalkan juga sunnah-sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.


Jangan sampai kita berpikir dan berlaku picik, merasa waktu yang Alllah beri tidak cukup untuk mengabdi kepada-Nya. Jangan sampai kita ngeyel.

Wallahu a'lam.

No comments:

Post a Comment