Sunday 21 September 2014

KKN; Epilog


“Keberhasilan KKN adalah ketika datang tak dianggap, tetapi pulang ditangisi”, begitu ungkapan rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, dalam acara pelepasan peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN). Jika yang menjadi indikator keberhasilan adalah ungkapan pak rektor tadi, maka kelompok 038 Ganesa (Gerakan Membangun Desa) bisa dikatakan sangat berhasil. Di awal kedatangan kami, warga cenderung tidak menghiraukan kedatangan kami. Tetapi pada akhirnya, kami berhasil membuat suasana pelepasan yang mengharu biru, warga berbaris memeluk kami bergantian, disertai isak tangis.

Saya pun larut dalam keharuan pada hari perpisahan itu. Betapa Desa Kiarasari, selama satu bulan itu, memberi kami begitu banyak pelajaran. Tentu saja pelajaran yang tidak akan kami dapatkan di bangku kuliah. Kuliah Kerja Nyata yang kami lakukan benar-benar terasa nyata: kuliah, bekerja dan aksi nyata. Kenyataan bahwa tidak hanya kesenangan yang kami dapat, tapi juga ada beberapa kendala. Namun, kendala-kendala tersebut tidak membuat semangat kami surut dalam usaha ‘membangun desa’.


Saya bangga dengan teman-teman KKN. Semuanya sibuk dengan berbagai kegiatan masing-masing. Beberapa teman ada yang awalnya tidak betah tinggal di desa. Tetapi seiring berjalannya waktu, mereka bisa menerima keberadaannya di lingkungan. Malahan, teman-teman tidak ingin mengakhiri kegiatan KKN ini secepatnya. Kesibukan demi kesibukan pun dijalankan. Semuanya berjalan lancar, alhamdulillah.

Kami cukup beruntung memilih Desa Kiarasari. Sebuah desa di ujung barat kabupaten Bogor. Udara yang segar, pemandangan yang indah, sawah-sawah yang terhampar luas, warga yang ramah, pemerintahan desa yang senantiasa melakukan blusukan dan terus melaksanakan pembangunan, merupakan beberapa keunggulan yang tidak bisa kita kesampingkan. Alhamdulillah kita bisa mengintegrasikan program KKN dengan program desa, membuatnya berjalan beriringan.

Di samping memiliki visi dan misi seperti desa yang lain pada umumnya, Desa Kiarasari mempunyai slogan tersendiri. Mandiri, Agamis, New System, Inovatif, Sehat, Sejahtera (MANISS). Begitu bunyi slogannya. Segala program di Desa Kiarasari diarahkan sesuai dengan slogan desa tersebut. Meskipun begitu, pemerintah desa menjalankan slogan ini bukannya tanpa hambatan. Dalam setiap sambutannya, Kepala Desa selalu menekankan pentingnya pembangunan karakter. Pembangunan fisik tidak akan berjalan baik kalau karakter warga tidak baik. Berbagai sarana fisik bisa rusak jika warga punya ‘karakter perusak. Maka kehadiran kami, menurut pengakuan bapak Kepala Desa, tidak hanya membantu dalam hal pembangunan fisik, tetapi juga membangun karakter warga menjadi lebih baik.

Dalam pidato penutupnya ketika malam perpisahan, Bapak Kepala Desa menegaskan bahwa mahasiswa KKN telah mendorong masyarakat untuk bekerja keras (dalam bergotong royong membangun sarana air bersih), bekerja cerdas (bagaimana bekerja secara efektif dan efisien) dan bekerja ikhlas (tidak ada upah apapun namun tidak mengurangi semangat bergotong royong). Yang sebenarnya terjadi adalah, kita lah –seluruh anggota KKN– yang memetik banyak pelajaran dari warga.

Kegiatan KKN membuat saya mengerti ungkapan Anies Baswedan, bawha mahasiswa Indonesia mesti memiliki ciri “world class competence, grass roots understanding”. Banyak akademisi yang punya kompetensi kelas dunia, tetapi tidak berdaya menyelesaikan berbagai persoalan di akar rumput. Maka KKN memberikan kita pemaknaan bahwa ilmu yang didapat di bangku kuliah semestinya bisa menyelesaikan masalah di akar rumput, pondasi pembangunan negara di tingkat paling bawah.  


Semoga segala sesuatu yang kami tinggalkan di Desa Kiarasari –baik berupa fisik dan non fisik– bisa bermanfaat dalam jangka waktu yang lama. Terima kasih atas do’a tulus yang mengiringi kepulangan kami. Semoga Desa Kiarasari semakin MANISS.

No comments:

Post a Comment