Monday 7 December 2015

Berharap







Allah tempat bergantung. (Al-Ikhlas: 2)

Ali bin Abi Thalib pernah berkata,”aku sudah pernah mengalami berbagai kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit adalah berharap pada manusia.” Sayyidina Ali telah mewanti-wanti kita agar jangan terlalu menaruh harapan tinggi kepada manusia. Kekecewaan adalah ketika kenyataan yang tak sesuai harapan. Manusia lah sumber kekecewaan itu. Banyak di antara pengalaman kita bisa jadi sama dengan apa yang diungkapkan Ali.

Seseorang yang cintanya bertepuk sebelah tangan, karena yang dicintai tak kunjung membalas cintanya, akan patah hati. Seseorang yang dijanjikan untuk diberi hadiah, lalu yang berjanji lupa sehingga tak memberi hadiah, tentu saja yang dijanjikan akan kecewa. Bawahan yang akan diangkat menjadi kepala bagian, tiba-tiba saja direktur membatalkan pengangkatan tersebut, tentu sang bawahan merasa dongkol. Berharap nilai ujian tinggi namun nyatanya jeblok, pasti seorang siswa akan bersedih.

Dalam proses memperoleh sesuatu, kita diajarkan berusaha keras dalam meraih hasil optimal dan setelah itu diperintahkan untuk tawakkal.

Faidzaa azamta fa tawakkal ‘ala Allah.

Kita serahkan segala urusan kita hanya kepada Allah. Yang utama adalah kita menjalani proses yang benar dalam meraih tujuan. Kita tidak menghalalkan cara-cara yang salah. Saya yakin Allah tidak melihat hasil akhirnya, melainkan proses dalam setiap usaha kita.

Menarik untuk mencermati nasehat Aa Gym dalam menyikapi harapan. Menurut beliau, agar tidak kecewa, sikap mental kita harus disetting untuk siap menerima yang cocok dengan keinginan dan siap untuk menerima yang tidak cocok dengan keinginan. Sebab, dalam hidup ini banyak hal yang tidak selamanya akan cocok dengan keinginan kita. Bahkan kalau mau jujur, sepertinya lebih banyak yang tidak cocok dibanding yang cocok dengan kehendak kita. Maka kesiapan mental kita untuk menerima yang tidak cocok akan membuat hati lebih ikhlas dan tenang.

Ketika kita menggantungkan harapan kita hanya kepada Allah, diberi pilihan paling buruk pun (menurut sudut pandang manusia) kita akan terima. Kita yakin bahwa pilihan itulah yang terbaik untuk kita, dengan dasar keyakinan “Wallahu a’lamu wa antum laa ta’lamuun” (Al-Baqoroh: 216). Allah lebih mengetahui segala hal, sedangkan kita tidak mengetahui secuilpun.

Gantungkan harapan hanya kepada Allah. Manusia tempatnya salah dan lupa. Boleh jadi hari ini manusia menjanjikan sesuatu, tetapi besok dia lupa akan janjinya. Kita kecewa karena menaruh harapan tinggi kepadanya. Kita bisa meminimalisir risiko kecewa jika kita menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat berharap. Wallahu a’lam.

No comments:

Post a Comment