“Pak, minggu depan ruangan
bisa dipakai ya?” Tanya seorang ketua RW kepada Pak Burhan. Pak RW
ingin meminjam tempat yang dikelola Pak Burhan untuk digunakan
sebagai Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ruangan ini milik sebuah
organisasi massa yang berada di kampung itu. “Selama ini kan Pak RW
kalau memakai ruangan selalu gratis. Kali ini ada infaqnya dong, pak.
Saya tahu ada anggaran untuk sewa tenda Rp 500.000. infaq buat gedung
Rp 300.000 juga diterima pak,” jawab Pak Burhan sambil sedikit
menyinggung.
Pak Burhan adalah ketua KPPS
di kampung itu. Jadi wajar saja dia tahu anggaran pelaksanaan pemilu.
Pak RW dengan muka sedikit pucat berujar “oh gitu ya... baik, pak.”
Pak Burhan, merupakan salah satu tokoh masyarakat yang sederhana dan
jujur. Meminta Rp 300.000 untuk uang sewa gedung sekretariat
organisasinya, bukan buat diri pribadi. Beliau sudah mengelola gedung
itu cukup lama. Sedangkan Pak RW itu. Entahlah, ini bukan RW saya,
jadi saya tidak tahu banyak.
Ini baru satu TPS. Berapa
anggaran yang 'disunat' per TPS dan dikalikan ribuan TPS
se-Indonesia. Itu baru uang tenda. Tapi mudah-mudahan di tempat lain
tidak seperti itu, walaupun saya ragu, hehe...
Semua rakyat Indonesia pasti
menginginkan pemimpin jujur dan amanah. Selalu yang diidam-idamkan
masyarakat adalah calon-calon pemimpin yang tidak korup. Bagaimana
bisa kita mengharap pemimpin bersih kalau kita sendiri tidak bersih?
Kenapa ngebet ingin punya pemimpin jujur kalau kita sendiri
sulit menerapkan nilai-nilai kejujuran?
Jangan sampai prilaku tidak
jujur ini menjadi budaya di bangsa ini. Kalau sudah membudaya,maka
akan sulit sekali menemukan orang-orang bersih yang akan memimpin
dari mulai tingkat RT hingga setingkat Presiden. Pesta demokrasi
bukan sekedar pesta. Pesta demokrasi adalah ajang untuk memilih
pemimpin jujur walaupun kita harus cermat memilih sedikit orang jujur
di antara ribuan orang yang tidak jujur. Tentunya, penyelenggara
pemilu juga harus orang-orang yang jujur.
Berani jujur, hebat!
No comments:
Post a Comment