Thursday 27 November 2014

Kenapa Kamu Menjadi Muslim?


Michael Kawachi adalah seorang  profesor hukum dari Sekolah Hukum Universitas Columbia, Amerika Serikat. Saya menjemputnya di bandara Soekarno – Hatta sekitar pukul 01.00 dini hari, 20 November 2014. Bersama sekitar 150 peserta lain dari berbagai negara, dia akan mengikuti acara World Peace Forum yang diselenggarakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sebagai Liaison Officer, saya bertugas menjemput setiap peserta yang datang dari luar negeri.

Sepanjang perjalanan dari bandara menuju hotel, Kawachi terus bertanya banyak hal, khususnya tentang Muhammadiyah. sebagai aktivis muda Muhammadiyah yang juga menghabiskan waktu sekolah selama 12 tahun di sekolah Muhammadiyah, tentu saja dengan senang hati saya menjelaskan tentang Muhammadiyah dari sejak kelahirannya sampai pertumbuhan amal usahanya hingga kini.


Kawachi merupakan pendengar yang baik. Dia mendengarkan setiap kalimat yang mengalir dari mulut saya. Sesekali mengangguk dan mengajukan pertanyaan lagi dan lagi.

Tiba-tiba dia menanyakan hal yang jauh dari pembahasan.

“kenapa kamu menjadi muslim?”

Selalu sulit menjawab pertanyaan ini. sebenarnya mendasar sekali. Tetapi kadang kita bingung untuk memberikan jawaban yang tepat.

“Karena saya lahir dari keluarga muslim, prof,” jawab saya setengah bercanda.

“Apakah ketika kamu dewasa tidak diberi pilihan untuk memilih agama lain?”

“Begini prof, setiap keluarga muslim di Indonesia punya cara berbeda untuk mendidik anak-anaknya. Sebagian dari mereka mengirim anak-anaknya ke lembaga pendidikan Islam, mendidik anaknya secara Islami di rumah-rumah mereka. Dengan begitu, si anak menjadi muslim yang taat.” Begitu saya melanjutkan.

“Sebagian yang lain mengirim anak-anaknya ke sekolah pemerintah. Anak-anak sangat sedikit menerima pelajaran tentang Islam. Di rumah, orang tuanya tidak mendidik mereka secara Islam. Maka mereka tumbuh secara tidak Islami namun tetap beragama Islam. Itu sangat banyak sekali di Indonesia. Negara ini bukan negara sekuler. Namun banyak dari warganya yang hidup secara ‘sekuler’. Tetapi untuk pindah agama, secara umum jarang terjadi.”

Saya menghela nafas.

Kemudian prof. Kawachi bertanya lagi, “kira-kira berapa persentase antara muslim yang baik dan yang tidak baik?”

“Saya tidak tahu, prof.”

Dia melanjutkan pertanyaan, “apakah kamu termasuk muslim yang baik?”

Saya jawab lagi, “saya beruntung lahir di keluarga Islam yang baik dan mendidik saya dengan cara yang baik.”

Begitu kira-kira.

No comments:

Post a Comment