Allah tempat bergantung. (Al-Ikhlas: 2)
Ali bin Abi Thalib pernah berkata,”aku sudah pernah
mengalami berbagai kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit adalah berharap
pada manusia.” Sayyidina Ali telah mewanti-wanti kita agar jangan terlalu
menaruh harapan tinggi kepada manusia. Kekecewaan adalah ketika kenyataan yang
tak sesuai harapan. Manusia lah sumber kekecewaan itu. Banyak di antara
pengalaman kita bisa jadi sama dengan apa yang diungkapkan Ali.
Seseorang yang cintanya bertepuk sebelah tangan, karena yang
dicintai tak kunjung membalas cintanya, akan patah hati. Seseorang yang
dijanjikan untuk diberi hadiah, lalu yang berjanji lupa sehingga tak memberi
hadiah, tentu saja yang dijanjikan akan kecewa. Bawahan yang akan diangkat
menjadi kepala bagian, tiba-tiba saja direktur membatalkan pengangkatan
tersebut, tentu sang bawahan merasa dongkol. Berharap nilai ujian tinggi namun
nyatanya jeblok, pasti seorang siswa akan bersedih.
Dalam proses memperoleh sesuatu, kita diajarkan berusaha
keras dalam meraih hasil optimal dan setelah itu diperintahkan untuk tawakkal.
Faidzaa azamta fa tawakkal ‘ala Allah.
Kita serahkan segala urusan kita hanya kepada Allah. Yang
utama adalah kita menjalani proses yang benar dalam meraih tujuan. Kita tidak
menghalalkan cara-cara yang salah. Saya yakin Allah tidak melihat hasil
akhirnya, melainkan proses dalam setiap usaha kita.
Menarik untuk mencermati nasehat Aa Gym dalam menyikapi
harapan. Menurut beliau, agar tidak kecewa, sikap mental kita harus disetting
untuk siap menerima yang cocok dengan keinginan dan siap untuk menerima yang
tidak cocok dengan keinginan. Sebab, dalam hidup ini banyak hal yang tidak
selamanya akan cocok dengan keinginan kita. Bahkan kalau mau jujur, sepertinya
lebih banyak yang tidak cocok dibanding yang cocok dengan kehendak kita. Maka
kesiapan mental kita untuk menerima yang tidak cocok akan membuat hati lebih
ikhlas dan tenang.
Ketika kita menggantungkan harapan kita hanya kepada Allah,
diberi pilihan paling buruk pun (menurut sudut pandang manusia) kita akan
terima. Kita yakin bahwa pilihan itulah yang terbaik untuk kita, dengan dasar
keyakinan “Wallahu a’lamu wa antum laa ta’lamuun” (Al-Baqoroh: 216). Allah
lebih mengetahui segala hal, sedangkan kita tidak mengetahui secuilpun.
Gantungkan harapan hanya kepada Allah. Manusia tempatnya
salah dan lupa. Boleh jadi hari ini manusia menjanjikan sesuatu, tetapi besok
dia lupa akan janjinya. Kita kecewa karena menaruh harapan tinggi kepadanya. Kita
bisa meminimalisir risiko kecewa jika kita menjadikan Allah sebagai
satu-satunya tempat berharap. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment