Thursday, 9 May 2019

Orang-orang Biasa : Novel yang Tak Biasa


Saya bukan termasuk hobi sekali membaca novel, kecuali karya-karya dari penulis tertentu. Salah satu penulis yang saya kecualikan adalah Andrea Hirata.

Judul novel terbarunya adalah Orang-orang Biasa (OOB). Saya beli di Mizan Store, ini adalah karya ke-11 yang Andrea tulis. Jika kawan-kawan sudah tamat membacanya dan jika kita satu frekuensi, maka kawan-kawan akan berpendapat bahwa cerita di novel ini tidak biasa seperti judulnya. Ini adalah novel pertama Andrea Hirata yang bertema kriminal.


Dua tahun lalu, karya ke-10 Andrea Hirata diberi judul Sirkus Pohon. Tokoh-tokoh di Sirkus Pohon begitu ramai macam sirkus. Nah di OOB ini, keramaian tokohnya tak kalah dari Sirkus Pohon. Kelihaian Andrea memberi porsi yang pas pada penggambaran masing-masing tokoh membuat kita tidak perlu capek mengingat-ingat tokoh satu dan yang lainnya. Yang paling penting, tokoh-tokoh itu nantinya saling berkaitan.

Sekali lagi, Andrea menasbihkan diri sebagai seorang life observer jempolan. Dia selalu bisa menjadikan sesuatu yang sederhana, yang dapat kita temukan di keseharian, menjadi begitu jenaka.

Contoh (maaf ya jika spoiler sedikit), Guru Akhirudin di suatu waktu diceritakan memakai tas bekas ikut workshop peningkatan mutu guru. Bagi sebagian orang ini mungkin tidak lucu. Tapi bagi saya yang sering berinteraksi dengan lingkungan guru (terutama guru honorer), ini hal yang sederhana yang Andrea buat jadi sesuatu yang menggelitik.

Hati-hati saja bagi mahasiswa yang sering memakai tas yang didapat dari acara Sosialisasi Empat Pilar dari MPR RI, mungkin saja suatu saat disinggung Andrea, bukan?

Ada cerita yang relevan dengan kehidupan kita sehari-hari, ada juga cerita yang sulit ditemukan di kehidupan sehari-hari, di manapun. Contohnya? Seorang polisi jujur bernama Inspektur Abdul Rojali. Lebih lanjut soal Inspektur Abdul Rojali ini bisa kawan-kawan baca sendiri di novelnya.

Naskah ini akan sangat bagus jika dibuat versi film. Mungkin mirip-mirip Comic 8, namun dengan eksekusi yang baik, filmnya akan jauh lebih baik dari Comic 8.

Sebagai sutradara Comic 8, mungkin Anggy Umbara bersedia suatu saat menggarap filmnya. Bagaimana?

Akhirnya, selamat membaca, boi!

No comments:

Post a Comment