Berdasarkan
sebuah hadits, Islam dibangun di atas lima perkara: mengucapkan dua kalimat
syahadat, mendirikan sholat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum ramadhan dan
mengerjakan ibadah haji (bagi yang mampu). Mudah sekali. Serius, Islam sangat
mudah dijalankan. Tidak seperti tudingan sebagian orang yang menganggap bahwa
Islam sangat memberatkan dan mengekang kebebasan beraktivitas. Untuk apa
beribadah di tengah kesibukan yang kian hari kian menggunung?
Sebegitu
sulitkah Islam dijalankan di tengah-tengah akivitas kita?
Dua kalimat syahadat adalah rukun yang diucapkan ketika orang ingin masuk Islam. Saya tidak tahu persis, jika kita adalah orang Islam keturunan, entah syahadat mana yang dijadikan patokan. Yang jelas, dari kecil kita sudah diajarkan dua kalimat syahadat. Kita berikrar bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat ini jangan sampai hanya diucapkan di hati. Kita mesti menancapkan keyakinan dalam hati kita dan diaplikasikan dalam perbuatan, bahwa memang kita hanya bertuhan pada Allah dan benar-benar percaya bahwa Nabi Muhammad adalah utusan-Nya (terkadang ada ‘syirik-syirik kecil’ dalam tindakan kita sehari-hari).
Sholat
merupakan rukun Islam yang paling sering kita laksanakan. Ada satu keterangan
yang menyebutkan, jika baik sholatnya, baik juga seluruh amalnya. Ya, sholat
merupakan amal yang pertama kali akan dihitung di akhirat kelak. Maka sebelum
kebaikan kita yang lain ditimbang, ‘pengadilan Allah’ akan menghitung dulu
kualitas sholat yang kita dirikan selama hidup di dunia.
Kita
sering merasa berat dalam mendirikan sholat. Tetapi coba pikir ulang, butuh
berapa menit dalam sehari untuk mengerjakan sholat? Jika rata-rata per satu
kali sholat kita mengerjakannya dalam waktu 10 menit (bahkan bisa kurang), maka
dalam sehari kita hanya menghabiskan waktu 50 menit untuk 5 waktu. Katakanlah kita
menghabiskan 60 menit. Dalam sehari, kita punya jatah waktu sebanyak 1.440
menit!
Maka:
60
: 1.440 = 4%
Bayangkan,
hanya 4% waktu kita yang digunakan untuk sholat dalam sehari! Untuk apa 96% waktu
yang lain? Tidak lah kita diciptakan selain hanya untuk ibadah kepada Allah (Q.S.
51:56). Kita bebas melakukan apa saja, selama diniatkan untuk mengabdi kepada
Allah. 96% sisa waktu itu kita bisa digunakan untuk berbagai kegiatan
produktif.
Rukun
Islam selanjutnya adalah zakat. Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak (Yusuf Qardhawi dalam Fiqih
Zakat). Keunikan zakat adalah memiliki dua dimensi langsung: dimensi ketuhanan
dan dimensi sosial. Zakat tidak hanya berhubungan dengan Allah, tetapi juga
berdampak pada kehidupan 8 asnaf (fakir, miskin, ‘amil, mu’allaf, orang
yang memiliki hutang, budak, fii
sabiilillah dan ibnu sabil). Jumlah
harta yang wajib dizakatkan bervariasi, bergantung pada jenis usahanya. Kita ambil
contoh zakat perdagangan. Zakat ini dikeluarkan setiap tahun sebesar 2,5%. Hanya
2,5% saja. Dan hanya setahun sekali.
Zakat
diwajibkan ketika aset kita bernilai setara dengan 85 gram emas. Jika harga 1
gram emas Rp 500.000,- maka kita mesti memiliki kekayaan dagang sebanyak Rp
42.500.000,- untuk wajib mengeluarkan zakat. Kita tidak harus membayar zakat
ketika harta dagang kita kurang dari nilai tersebut. Perhatikanlah, betapa
baiknya Allah yang hanya meminta 2,5% saja dari kita. Itupun dengan
syarat-syarat yang ‘meringankan’. Masihkah kita berat menjalankannya?
Allah
hanya meminta hak-Nya sebesar 2,5%. Kita masih punya hak sebesar 97,5% dari
harta kita untuk kita gunakan. Dengan harta itu, kita dapat membeli keperluan
sehari-hari, membeli barang yang kita senangi, memberi makan anak isteri dan
menggunakannya untuk berbagai hal lain, selama tidak berlebihan.
Jika
harta kita belum cukup memenuhi syarat berzakat, Allah memberi jalan kepada
kita untuk bersedekah. Sedekah tidak mengenal nisab tertentu. Punya uang seribu
pun, jika kita berniat untuk menyedekahkannya, silahkan saja. Allah akan
membalas sedekah kita dengan berlipat ganda (Q.S. 2:261). Ingat, ini bukan MLM.
Baik sekali Tuhan kita, bukan?
Shaum
adalah aktivitas menahan lapar dan haus (dan perbuatan-perbuatan yang dilarang
lainnya) dari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Aturannya mudah
saja, kita hanya diminta menahan. Tetapi pada praktiknya, banyak sekali yang
gagal finish. Atau bahkan tidak berniat berpuasa sama sekali. Yang melaksanakan
shaum pun, banyak yang hanya mendapat lapar dan haus, tetapi tidak mendapat
kebaikan dari shaum itu. Padahal, kita dijanjikan memiliki predikat taqwa jika
sukses melaksanakan shaum selama satu bulan penuh.
Shaum
diwajibkan pada bulan ramadhan. Bisa 30 hari atau 29 hari. Berarti dalam setahun,
hanya 0,83% saja waktu yang kita habiskan untuk shaum. Sisanya yang 91,17% itu,
kita bebas untuk makan dan minum apa saja selama itu dihalalkan oleh agama. Kita
tidak disuruh untuk melakukan banyak hal, hanya disuruh untuk menahan. Tahanlah.
Memang, kata Nabi, nafsu lah musuh terbesar kita selama hidup, bukan peperangan
mengangkat senjata. Perang dengan nafsu bisa lebih dahsyat. Maka bulan ramadhan
merupakan bulan latihan yang pas untuk belajar menahan nafsu.
Rukun
terakhir dari pondasi Islam adalah haji. Kewajiban haji selalu dibarengi dengan
kalimat “bagi yang mampu”. Tentu saja ini keringanan untuk yang tidak mampu. Tetapi
sebenarnya ‘mampu’ disini bukan hanya soal materi, tetapi juga ilmu dan syarat
lainnya. Jika sudah kehendak Allah, maka kita bisa tiba-tiba ‘mampu’ untuk
melaksanakan.
Saya
pernah mendengar ceramah dari seorang ustadz, beliau menyampaikan begini, “haji
itu rukun yang lapang bagi orang yang sempit dan sempit bagi orang yang lapang”.
Artinya, jika memang kondisi kita sempit, tidak ada paksaan untuk pergi
berhaji. Namun jika dalam kondisi lapang (harta, waktu dan sebagainya), maka
berdosalah kita jika tidak kunjung melaksanakan ibadah haji.
Kita
hanya diwajibkan berhaji sekali seumur hidup. Namun ada juga yang berkali-kali.
Alangkah lebih baiknya jika memang punya uang lebih, kita, memberangkatkan haji
orang yang belum melaksanakannya. Misalnya kita ibadah haji selama 30 hari. Maka
kita hanya menggunakan 8,3% waktu kita dalam setahun untuk berhaji. Jika jatah
umur kita 60 tahun, hanya perlu, 0 koma 000000 sekian persen dari jatah umur
kita untuk melaksanakannya. Ah, mudah dan lapang sekali Islam ini.
Ingat,
5 hal di atas adalah kewajiban. Kita hanya akan menjadi ‘orang Islam biasa’
jika hanya melakukan kewajiban tersebut. Terlalu kasar dan berlebihan memang. Tetapi
memang demikian adanya. Misalnya, membayar SPP untuk kampus adalah kewajiban
mahasiswa. Kita tidak serta merta disebut baik jika membayar SPP, karena itu memang
kewajiban semua mahasiswa. Tetapi jika kita mendonasikan harta kita, misalnya
Rp 50.000.000,- untuk pembangunan kampus, masihkah kita disebut bukan orang
baik oleh pihak kampus? Maka masih banyak ibadah-ibadah lain yang bisa membuat
kita terlihat baik di mata Allah.
Ibadah
lain yang bersifat sunnah, seperti sedekah, sholat tahajjud, shaum sunnah
senin-kamis dan lain-lain, yang sesungguhnya bisa mengangkat derajat kita
menjadi ‘hamba yang hebat, bertaqwa dan terbaik di mata Allah Swt’. Tegakkan bangunan
Islam dengan 5 hal di atas. Kemudian bekerjalah, belajarlah, beraktivitaslah,
semata-mata hanya untuk beribadah dan mengharap ridho Allah Swt. Amalkan juga
sunnah-sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Jangan
sampai kita berpikir dan berlaku picik, merasa waktu yang Alllah beri tidak cukup untuk
mengabdi kepada-Nya. Jangan sampai kita ngeyel.
Wallahu a'lam.
Wallahu a'lam.
No comments:
Post a Comment